Latar Belakang Pemberontakan DI/TII di Berbagai Daerah
Pijar Belajar
||0 Minute Read|Review
5.0
Isi Artikel
Sobat Pijar, tahukah kamu bahwa Indonesia beberapa kali harus menghadapi upaya pemberontakan yang meletus selepas proklamasi kemerdekaan? Salah satu pemberontakkan yang cukup besar pasca kemerdekaan adalah pemberontakan DI/TII. Latar belakang pemberontakan DI/TII diketahui karena adanya keinginan sebagian orang untuk mendirikan Negara Islam Indonesia.
Meskipun secara umum tujuan dari pemberontakan DI/TII untuk mendirikan Daulah Islam (DI) atau negara Islam, namun setiap daerah memiliki latar belakang pemberontakan DI/TII yang berbeda-beda.
Sebagai pelajar, kamu perlu memahami bagaimana sejarah dan latar belakang pemberontakan DI/TII yang terjadi sejak tahun 1950an hingga tahun 1960an. Dengan mempelajari sejarah DI/TII, maka kita bisa tahu bagaimana perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kesatuan.
Simak penjelasannya berikut ini, ya!
Baca juga: Makna Proklamasi Kemerdekaan dan Proses Pengakuan Kemerdekaan Indonesia
Apa Itu DI/TII?
DI/TII adalah singkatan dari Darul Islam/Tentara Islam Indonesia. DI/TII sendiri merupakan gerakan pemberontakan yang diinisiasi oleh Kartosuwiryo di Jawa Barat dalam rangka mendirikan Negara Islam Indonesia (NII).
Kapan pemberontakan DI/TII ini dimulai? Pemberontakan ini dimulai pada bulan Februari 1948 di Jawa Barat. Pemberontakan yang berawal di Jawa Barat ini kemudian meluas ke beberapa provinsi seperti Aceh, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan Jawa Tengah.
Latar Belakang Pemberontakan DI/TII
Latar belakang pemberontakan DI/TII sebenarnya diawali dari adanya kekosongan kekuasaan pemerintah Republik Indonesia di wilayah Jawa Barat akibat perjanjian Renville. Wilayah Jawa Barat menurut perjanjian Renville masuk ke dalam negara bagian Pasundan oleh Belanda.
Daerah Jawa Barat berada di dalam garis van Mook sehingga pasukan RI harus dipindah ke daerah yang ada di luar garis Van Mook. Namun, laskar bersenjata Sabilillah dan Hizbullah menolak pindah ke daerah lain dan memutuskan membentuk Tentara Islam Indonesia (TII) di bawah kepemimpinan Kartosuwiryo.
S.M Kartosuwiryo bersama dengan pasukannya kemudian berjuang untuk mengusir Belanda dari tanah pasundan dalam rangka menguatkan perjuangan Republik Indonesia. Namun Kartosuwiryo kemudian memutuskan untuk membentuk Darul Islam (DI) atau negara Islam sebagaimana yang dicita-citakannya.
Pada bulan Agustus 1948 Kartosuwiryo kemudian memproklamirkan pembentukan Darul Islam (DI) dengan dukungan Tentara Islam Indonesia (TII) di Jawa Barat.
Pemberontakan DI/TII ini pun terjadi di banyak wilayah. Tahukah kamu siapa pemimpin pemberontakan DI/TII tersebut? Beberapa tokoh pemimpin pemberontakan DI/TII di antaranya adalah Kartosuwiryo, Daud Beureuh, Amir Fatah, Letnan Kolonel Kahar Muzakkar, dan Ibnu Hajar.
Tujuan Pemberontakan DI/TII
Tujuan gerakan pemberontakan DI/TII yang terjadi di beberapa daerah adalah dalam rangka mendirikan Negara Islam Indonesia atau NII. Meski memiliki tujuan yang sama, namun di beberapa daerah latar belakang pemberontakan DI/TII diawali oleh persoalan berbeda.
Pemberontakan DI/TII
Pemberontakan DI/TII pertama kali meletus di daerah Jawa Barat di bawah kepemimpinan Kartosuwiryo. Selanjutnya secara berturut-turut pemberontakan DI/TII pun meletus di beberapa provinsi lain di republik Indonesia seperti Aceh, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.
1. DI/TII Jawa Barat
Latar belakang atau munculnya gerakan DI/TII Kartosuwiryo di Jawa Barat disebabkan oleh ketidakpuasan masyarakat Jawa Barat, terutama S.M. Kartosuwiryo terhadap isi dari Perjanjian Renville yang ditandatangani tahun 1948 antara pemerintah RI dengan Kerajaan Belanda.
Isi di dalam Perjanjian Renville mengharuskan pasukan RI untuk mengosongkan daerah Jawa Barat yang masuk ke dalam wilayah kekuasaan Belanda ke Jawa Tengah yang dikuasai pemerintah. Akibatnya, divisi Siliwangi dipindah ke daerah Jawa Tengah.
Kartosuwiryo menganggap bahwa isi perjanjian Renville telah mengkhianati perjuangan masyarakat Jawa Barat. Hal tersebut mendorong Kartosuwiryo bersama 2 ribu pengikutnya yang terdiri dari laskar Sabilillah dan Hizbullah menolak pindah dari Jawa Barat.
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo atau S.M. Kartosuwiryo. S.M Kartosuwiryo sendiri dulunya merupakan tokoh dari Partai Sarekat Islam Indoneisa (PSII). Kartosuwiryo memproklamirkan pendirian Negara Islam Indonesia (NII) di tanggal 7 Agustus 1949.
Untuk menumpas pemberontakan ini, pemerintah RI awalnya memilih jalan damai dengan membentuk komite yang diketuai oleh pemimpin Masyumi, M. Natsir. Namun upaya ini belum berhasil menumpas pemberontakan DI/TII Jawa Barat dipimpin oleh Kartosuwiryo. Maka tanggal 27 Agustus 1949 pemerintah RI menjalankan operasi penumpasan Baratayudha.
2. DI/TII Aceh
Aceh juga menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang menjadi daerah pemberontakan DI/TII. Hanya saja, latar belakang pemberontakan DI/TII di Aceh dan solusi akhirnya sedikit berbeda dari pemberontakan DI/TII di daerah lainnya. Siapa Tokoh pemberontakan DI/TII di Aceh? Tokoh pemberontakan DI/TII di Aceh yang terkenal adalah Daud Beureuh yang menjadi tokoh utama dari Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA).
Latar belakang pemberontakan DI/TII atau penyebab pemberontakan DI/TII di Aceh adalah diawali oleh kebijakan pemerintah pusat tahun 1950 untuk menjadikan Aceh sebagai salah satu kabupaten di bawah provinsi Sumatera Utara.
Mendengar keputusan tersebut, ulama-ulama di Aceh yang tergabung di dalam PUSA menolak keputusan sepihak yang dianggap tidak menghargai perjuangan masyarakat Aceh dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia.
PUSA menuntut hak otonomi sendiri untuk Aceh dan mengancam apabila tuntutan tidak dipenuhi maka mereka akan melepaskan diri dari republik. Akhirnya, pemerintah melakukan pertemuan dengan tokoh-tokoh PUSA untuk membahas masalah tersebut.
Muhammad Hatta sebagai wakil presiden (1950), Muhammad Natsir sebagai perdana menteri (1951) hingga Presiden Soekarno (1953) pergi ke Aceh untuk bertemu tokoh PUSA. Hanya saja upaya ini masih mengalami kegagalan.
Daud Beureuh kemudian menyatakan bahwa Aceh adalah bagian dari Negara Islam Indonesia setelah berkontak dengan Kartosuwiryo di tahun 1953. Sejak saat itu, perang meletus antara pengikut Daud Beureuh dengan tentara Republik Indonesia selama beberapa tahun.
Pemberontakan DI/TII di Aceh akhirnya dapat diselesaikan dengan cara damai di tanggal 26 Mei 1959 melalui jalan musyawarah pemerintah pusat dengan tokoh pimpinan di Aceh.
Pemerintah memutuskan untuk mengakomodasi permintaan rakyat Aceh untuk menjadikannya sebagai daerah istimewa dan memiliki otonomi khusus. Sementara Daud Beureuh pun memperoleh pengampunan.
3. DI/TII Jawa Tengah
Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah dipimpin oleh Amir Fatah bersama-sama dengan pasukan Hizbullahnya. Latar belakang dilakukannya pemberontakan DI/TII Jawa Tengah sebenarnya hampir sama dengan penyebab pemberontakan di Jawa Barat.
Pemberontakan terjadi karena penolakan masyarakat terhadap Perjanjian Renville yang harus mengosongkan daerah Tegal, Brebes dan Pekalongan. Perjanjian Renville mengakibatkan tiga wilayah tersebut vakum karena ditinggalkan pasukan TNI maupun aparat pemerintah.
Amir Fatah bersama pasukan Hizbullah yang menolak pindah atau di-TNI-kan memilih bertahan dan mengambil alih wilayah ini.
Sebenarnya awal mula pemberontakan ini tidak terjadi konflik antara Amir Fatah dengan pasukan TNI yang kembali ke tiga daerah ini setelah agresi militer Belanda kedua.Amir Fatah bahkan diangkat menjadi koordinator pasukan untuk wilayah operasi Brebes dan Tegal. Namun, seiring waktu terjadi ketegangan antara pasukan Amir Fatah dan TNI akibat perselisihan.
Ditambah lagi Kartosuwiryo mengirim utusannya untuk menemui Amir Fatah dan mengangkatnya sebagai Panglima TII di wilayah Jawa Tengah. Alhasil Amir Fatah pun memilih bergabung ke dalam DI/TII dan memproklamirkan pendirian Negara Islam di Jawa Tengah.
Sejak saat itu terjadilah konflik terbuka antara pasukan TNI dan pasukan Amir Fatah. Hanya saja pemberontakan DI/TII Jawa Tengah memang tidak berlangsung begitu lama karena penduduk tidak begitu mendukung DI/TII.
4. DI/TII Sulawesi Selatan
Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan dipimpin oleh Letnan Kolonel Kahar Muzakkar. Latar belakang terjadinya pemberontakan DI/TII Sulawesi Selatan dikarenakan kurang puasnya para pejuang gerilya kemerdekaan RI terhadap kebijakan pemerintahan Soekarno yang membentuk Tentara Republik.
Selain itu, pemerintah juga melakukan demobilisasi terhadap Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) yang berkekuatan 16 batalyon. KGSS menolak rencana pemerintah untuk membubarkan KGSS kemudian membentuk ulang (reorganisasi) tentara kembali.
Pemberontakan yang awalnya dilatar belakangi oleh ketidakpuasan ini kemudian beralih menjadi usaha untuk mendirikan Negara Islam Indonesia setelah bergabungnya pasukan dengan DI/TII Kartosuwiryo.
Kahar Muzakar memimpin pemberontakan DI/TII di daerah Sulawesi Selatan dan memproklamirkan dirinya sebagai bagian dari NII di tanggal 7 Agustus 1953. Pemberontakan oleh Kahar Muzakkar memakan waktu cukup lama. Pemberontakan baru berakhir ketika Kahar Muzakar tewas tertembak di tahun 1965.
5. DI/TII Kalimantan Selatan
Latar belakang pemberontakan DI/TII Kalimantan Selatan berakar dari tahun 1948 ketika Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) Divisi IV yang bertugas menumpas pasukan Belanda telah bertumbuh menjadi pasukan yang sangat berpengaruh di Kalimantan Selatan.
Ketika konflik dengan Belanda mereda, pemerintah pusat berencana menata ulang ketentaraan di Kalimantan Selatan. Penataan ulang ini menyebabkan beberapa tentara didemobilisasi sehingga membuat pasukan kecewa dan timbul ketidakstabilan di Kalimantan Selatan.
Salah seorang mantan anggota ALRI yang membelot adalah Letnan Dua Ibnu Hajar. Ibnu Hajar terkenal memiliki karakter keras, tegas, dan pandai dalam mengumpulkan pengikut. Ia pun mendirikan pasukan baru dengan nama Kesatuan Rakyat Indonesia yang Tertindas (KRIyT).
Jalannya pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan juga berlangsung cukup alot seperti di Sulawesi Selatan. Sejak diproklamirkan di akhir tahun 1954, pemberontakan oleh Ibnu Hajar baru berakhir di tahun 1963 ketika ia menyerah dan dijatuhi hukuman mati.
Usaha Pemerintah Dalam Mengatasi Gerakan DI/TII
Pemberontakan DI/TII yang meletus di berbagai daerah di Indonesia membuat pemerintah harus berpikir keras dalam mengatasi gerakan ini. Cara mengatasi gerakan DI/TII di setiap daerah tidak selalu sama karena mempertimbangkan latar belakang pemberontakan DI/TII dan cara yang paling efektif.
1. Melaksanakan Operasi Terpadu "Pagar Betis"
Usaha pemerintah dalam mengatasi gerakan DI/TII Kartosuwiryo adalah dengan melaksanakan operasi militer yang disebut operasi terpadu "Pagar Betis". Operasi Pagar Betis adalah operasi militer yang dilakukan dengan melibatkan peran rakyat umum dalam melakukan pengepungan markas pasukan DI/TII.
Tujuan dilakukannya operasi Pagar Betis adalah agar arus perbekalan pasukan DI/TII maupun ruang geraknya terbatas. Operasi lain yang dijalankan pemerintah adalah operasi tempur yang mengarah langsung basis markas pasukan DI/TII.
Operasi yang dijalankan secara masif dan terarah sejak tahun 1959 ini berhasil menumpas pemberontakan DI/TII yang ditandai dengan ditangkapnya pemimpin DI/TII Kartosuwiryo pada tahun 1962. Kartosuwiryo kemudian dijatuhi hukuman mati sebagai tanda berakhirnya pemberontakan DI/TII.
2. Melakukan Musyawarah dengan Pemimpin Pemberontakan
Upaya lain yang juga dilakukan pemerintah untuk mengatasi pemberontakan DI/TII adalah dengan menjalin musyawarah dengan para pemimpin pemberontakan. Upaya ini dilakukan pemerintah ketika menghadapi pemberontakan DI/TII Aceh.
Upaya musyawarah memang disesuaikan dengan latar belakang pemberontakan DI/TII di daerah tersebut. Untuk Aceh sendiri, pemberontakan DI/TII terjadi karena ketidaksetujuan para ulama atas keputusan pemerintah menggabungkan Aceh dengan Sumatera Utara.
________________________________________________________________________
Baca juga: Pemberontakan PRRI Permesta - Latar Belakang, Kronologis, Tujuan, Dampak, dan Upaya Penumpasan
Setiap daerah memiliki latar belakang pemberontakan DI/TII yang berbeda, baik di Jawa Barat, Aceh, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan hingga Sulawesi Selatan. Pemberontakan ini mendorong pemerintah menetapkan operasi militer dalam rangka menumpas gerakan pemberontakan DI/TII sebelum meluas.
Setelah memahami penjelasan di atas, sekarang kita coba asah pemahaman dengan mengerjakan latihan soal di Pijar Belajar, yuk! Eits, kalau kamu masih kurang paham sama materinya nggak perlu khawatir, kok. Kamu bisa menyimak rangkuman materi di Pijar Belajar dulu supaya wawasanmu semakin bertambah.
Yuk, download Pijar Belajar atau klik banner di bawah ini untuk mulai belajar sekarang!