7 Kabinet pada Masa Demokrasi Liberal di Indonesia
Superadmin
||0 Minute Read|Review
5.0
Perjalanan sistem pemerintahan Indonesia setelah kemerdekaan tak berjalan mulus. Setelah RIS berakhir di tahun 1950, pemerintah Indonesia menggunakan model demokrasi parlementer. Di kurun waktu tersebut, kabinet pada masa demokrasi liberal mengalami pergantian silih berganti.
Meski begitu, tiap kabinet tetap berusaha keras untuk membuat negara Indonesia lebih stabil, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial ataupun pendidikan. Sobat Pijar, yuk simak bagaimana perjalanan 7 kabinet awal di masa demokrasi liberal.
Baca juga: Kondisi Indonesia Pada Masa Awal Kemerdekaan | Politik dan Ekonomi
Bagaimana Kondisi Politik pada Masa Demokrasi Liberal?
Kondisi politik Indonesia di Demokrasi Liberal tahun 1950–1959 disebut sebagai zaman pemerintahan partai-partai. Di waktu tersebut, mayoritas partai dianggap mengakibatkan kabinet atau pemerintahan harus terus berganti.
Masa demokrasi liberal ditandai dengan adanya sistem parlementer. Karena menggunakan sistem ini, pemerintahan dipimpin oleh seorang perdana menteri, sedangkan presiden hanya berkedudukan sebagai kepala negara.
Ada 7 kabinet yang naik turun selama periode ini, sehingga dikenal sebagai pemerintahan politik dagang sapi. Maksud dari politik tersebut adalah banyak partai yang cenderung saling menjatuhkan untuk berkuasa di parlemen, sehingga bisa mencari keuntungan untuk partainya.
Model politik dagang sapi inilah yang membuat kabinet tak bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Tak hanya itu, kepercayaan rakyat terhadap pemerintah juga makin memudar. Kondisi Indonesia juga cenderung tidak stabil karena pergolakan politik yang tak tertangani.
7 Kabinet Pada Masa Demokrasi Liberal
Selama kurun waktu 1950–1959, ada 7 kabinet yang menduduki parlemen. Pendeknya masa kekuasaan kabinet pada masa demokrasi liberal disebabkan karena masalah internal dan keamanan yang sering terjadi. Berikut adalah penjelasan lengkapnya.
1. Kabinet Natsir
Kabinet pertama dalam demokrasi liberal adalah kabinet Natsir, kabinet ini berjalan dari September 1950–Maret 1951. Di kabinet ini, Moh Natsir dari Partai Masyumi menjadi perdana menteri, sedangkan anggotanya termasuk Hamengkubuwono IX, Ir. Djuanda, hingga Prof. Soemitro.
Program kerja kabinet Natsir terbagi dalam lima pokok, yakni memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat, mengembangkan ekonomi rakyat, serta menyempurnakan Organisasi Angkatan Perang. Kabinet Natsir juga menggiatkan usaha keamanan sekaligus menyempurnakan susunan pemerintah.
Salah satu keberhasilan kabinet Natsir adalah mengupayakan terjadinya perundingan antara Indonesia dan Belanda untuk membahas masalah Irian Barat. Kabinet ini juga cukup berhasil menjalankan Gerakan Banteng, yakni gerakan nasional untuk mengubah struktur ekonomi nasional.
Penyebab jatuhnya kabinet Natsir adalah berpindahnya PNI sebagai pihak oposisi. Awalnya PNI memang menjadi koalisi Partai Masyumi, namun Natsir tak memasukkan PNI dalam susunan kabinet. Karena masalah ini, PNI berubah menjadi oposisi bersama dengan PKI dan Murba.
Jatuhnya kabinet Natsir disebabkan oleh masalah internal juga, yakni tidak berjalannya Sumitro Plan dan adanya perubahan susunan lembaga daerah akibat mosi dari PNI.
2. Kabinet Sukiman
Setelah Kabinet Natsir mengembalikan mandatnya pada presiden, presiden pun menunjuk Sukiman dari Masyumi dan Sidik dari PNI untuk membentuk kabinet koalisi. Kabinet Sukiman merupakan kabinet koalisi pertama antara Masyumi dan PNI.
Program kerja kabinet Sukiman lebih mengutamakan untuk meningkatkan keamanan dan ketentraman negara. Tak hanya itu, kabinet ini juga punya program kerja untuk memperbaharui hukum agraria sesuai kepentingan petani hingga mempercepat pemilihan umum.
Kabinet pada masa demokrasi liberal ini membuat program kerja untuk menjalankan politik luar negeri bebas aktif dan memasukkan Irian Barat kembali ke Indonesia. Kabinet Sukiman juga menyiapkan undang-undang untuk kepentingan buruh dan penetapan upah minimum.
Keberhasilan kabinet Sukiman terlihat dengan meningkatnya perusahaan kecil di berbagai daerah. Sektor pendidikan juga mulai diperluas dan bisa melanjutkan beberapa program kerja dari kabinet sebelumnya, terutama masalah Irian Barat.
Penyebab jatuhnya kabinet Sukiman adalah ketidakmampuan kabinet mengatasi berbagai pemberontakan di wilayah Jawa dan Sulawesi. Selain itu, kabinet ini juga mendapat sandungan karena dinilai menjalin kerja sama dengan blok barat lewat MSA.
3. Kabinet Wilopo
Kabinet Wilopo berjalan dari April 1952–Juni 1953 dengan penunjukan Wilopo dari PNI sebagai formatur. Kabinet ini mendapat dukungan dari 3 partai, yakni PSI, Masyumi, serta PSI. Program kerja kabinet Wilopo terbagi dalam 2 program, yakni dalam dan luar negeri.
Untuk program dalam negeri, Kabinet Wilopo berfokus untuk meningkatkan kemakmuran rakyat, stabilitas negara, dan akses pendidikan. Kabinet ini juga mengusahakan untuk segera menyelenggarakan Pemilu untuk memilih DPR, Konstituante, dan DPRD.
Kemudian, untuk program luar negeri, Kabinet Wilopo melanjutkan dari program kabinet sebelumnya, yakni memperjuangkan Irian Barat dan melakukan politik bebas aktif. Keberhasilan kabinet Wilopo terlihat dengan terlaksananya Pemilu dan produksi pangan nasional yang meningkat.
Penyebab jatuhnya kabinet Wilopo adalah adanya konflik internal TNI, krisis ekonomi, hingga adanya defisit kas negara. Tensi gangguan juga meningkat dengan adanya gerakan separatis yang ada di Jawa dan luar Jawa, berikut dengan ketidak puasan masyarakat.
Peristiwa yang menjadi sebab jatuhnya kabinet Wilopo adalah Peristiwa Tanjung Morawa. Peristiwa ini merupakan konflik yang terjadi di Deli antara petani liar yang didukung PKI dan aparat kepolisian mengenai tanah perkebunan. Peristiwa Tanjung Morawa ini mengakibatkan munculnya mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo, sehingga kabinet ini pun jatuh.
4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I
Pada Juli 1953, kabinet Ali Sastroamijoyo I terbentuk dengan dukungan penuh dari parlemen, termasuk partai NU. Program kerja kabinet Ali Sastroamijoyo I ini ada 6 poin, yakni meningkatkan keamanan dan kemakmuran negara, menyelenggarakan pemilu, dan pembebasan Irian Barat.
Program kerja lainnya adalah pelaksanaan politik bebas aktif, peninjauan kembali hasil Konferensi Meja Bundar, serta penyelesaian pertikaian politik yang terjadi di dalam parlemen negara. Keenam program kerja tersebut juga termasuk dari perkembangan program kerja kabinet sebelumnya.
Keberhasilan kabinet Ali Sastroamijoyo I diantaranya adalah merampungkan Pemilu dan menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika. Kabinet ini juga memperkenalkan sistem ekonomi baru bernama Ali Baba untuk menggalang kerja sama antara pribumi dan Tionghoa.
Kegagalan kabinet Ali Sastroamijoyo I disebabkan karena adanya pemberontakan gerakan separatisme, yakni DI/TII di Jabar, Sulawesi Selatan dan Aceh. Kabinet ini juga harus menghadapi kemelut di tubuh TNI AD sekaligus mengatasi masalah ekonomi yang belum rampung.
Keadaan di dalam kabinet dan parlemen makin buruk dengan adanya konflik antara PNI dan NU, sehingga koalisi kabinet ini pecah. NU menarik menterinya pada Juli 1955 yang kemudian diikuti partai lainnya. Pada akhir Juli 1955, kabinet ini mengembalikan mandatnya pada presiden.
5. Kabinet Burhanuddin Harahap
Kabinet pada masa demokrasi liberal berikutnya adalah kabinet Burhanuddin Harahap. Kabinet ini berjalan dari Agustus 1955–Maret 1956 dengan koalisi Partai Masyumi. Berbeda dengan sebelumnya, PNI memilih menjadi oposisi di kabinet ini.
Program kerja kabinet Burhanuddin Harahap diantaranya mengembalikan kewibawaan pemerintah dengan meningkatkan kepercayaan AD dan masyarakat pada kinerja negara. Selanjutnya, kabinet ini juga merencanakan terbentuknya parlemen baru dan mengatasi masalah korupsi, inflasi dan desentralisasi.
Kabinet ini juga masih berusaha memperjuangkan Irian Barat agar kembali ke pangkuan Indonesia. Tak hanya itu, politik bebas aktif yang sebelumnya disepakati dalam KAA juga menjadi prioritas dari kabinet Burhanuddin.
Keberhasilan kabinet Burhanuddin Harahap bisa Sobat Pijar lihat dengan bubarnya Uni Indonesia Belanda. Penangkapan pejabat tinggi yang melakukan korupsi juga berhasil dilakukan, hubungan yang membaik dengan AD dan penyelenggaraan Pemilu yang berhasil.
Penyebab jatuhnya kabinet Burhanuddin Harahap adalah perintah presiden untuk membubarkan kabinet tersebut. Dengan selesainya Pemilu, maka tugas kabinet ini juga berakhir dan dianggap telah selesai.
6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II
Kabinet pada masa demokrasi liberal tidak selesai dengan berakhirnya kabinet Burhanuddin Harahap. Pada Maret 1956 – Maret 1957, kabinet Ali Sastroamijoyo II terbentuk dengan dukungan 3 partai besar, yakni PNI, NU dan Masyumi.
Program kerja kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah program jangka panjang yang disebut sebagai Rencana Pembangunan Lima Tahun. Beberapa isi dari rencana tersebut adalah pembatalan KMB, melaksanakan keputusan KAA, serta pembentukan daerah otonomi.
Masalah sosial dan politik juga disoroti oleh kabinet ini, yakni mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan menyehatkan keuangan negara. Pemulihan keamanan sekaligus pengembalian Irian Barat juga dilakukan oleh kabinet Ali II ini.
Keberhasilan kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah pembatalan seluruh perjanjian KMB. Namun pembatalan perjanjian ini juga menjadi penyebab jatuhnya kabinet ini. Dengan berakhirnya perjanjian KMB, nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia mulai tidak jelas.
Kegagalan kabinet Ali Sastroamijoyo II juga terlihat dengan adanya gelombang anti Cina di masyarakat. Pergolakan dan kekacauan di berbagai daerah juga terus menguat dan mengarah ke gerakan separatisme. Perpecahan antara Masyumi dan PNI membuat kabinet ini akhirnya jatuh.
7. Kabinet Djuanda
Kabinet baru setelah kabinet Ali II dipimpin oleh Ir. Djuanda, kabinet Djuanda disebut juga zaken kabinet karena berisi menteri yang ahli di bidangnya dan tergolong intelektual. Jadi, di dalam kabinet ini minim dan bahkan tidak ada unsur politik Sobat Pijar.
Program kerja kabinet Djuanda dikenal dengan nama Panca Karya yang berisi 5 poin. Diantaranya membentuk Dewan Nasional, normalisasi keadaan RI, perjuangan pengembalian Irian Jaya, serta melancarkan pembatalan KMB. Kabinet ini juga berusaha untuk mempercepat proses pembangunan.
Keberhasilan kabinet Djuanda adalah mengeluarkan Deklarasi Djuanda, dengan deklarasi ini wilayah Indonesia makin luas karena perairan Indonesia menjadi 12 mil dari garis pantai. Sebelum adanya Deklarasi Djuanda, perairan Indonesia terbatas hanya di angka 3 mil.
Penyebab jatuhnya kabinet Djuanda adalah kegagalan kabinet dalam mengatasi pergolakan PPRI atau Permesta. Tak hanya itu, kabinet juga dinilai gagal menjaga keamanan negara karena adanya Peristiwa Cikini, yakni peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Soekarno.
Kabinet Djuanda akhirnya dibubarkan sebagai efek dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dengan adanya dekrit tersebut, kabinet demokrasi liberal telah berakhir. Indonesia pun mengganti sistem pemerintahannya sebagai masa demokrasi terpimpin.
_______________________________________________________________________
Baca juga: Hal-Hal yang Perlu Kamu Tahu Tentang Pertempuran Ambarawa
Sobat Pijar, ternyata kabinet pada masa demokrasi liberal punya sejarah yang panjang, ya! Mulainya masa demokrasi terpimpin juga membuat Indonesia mulai siap untuk mengatur kondisi bangsa dengan lebih baik.
Pelajari lebih banyak seputar sejarah Indonesia dan sejarah dunia lainnya di Pijar Belajar! Pijar Belajar merupakan aplikasi bimbel online yang menyediakan berbagai konten pembelajaran untuk siswa SD, SMP, hingga SMA. Seluruh konten pembelajaran tersebut bisa kamu akses kapan pun dan dimana pun, lho.
Download Pijar Belajar sekarang!